pengembangan pribadi konselor// identitas religius dan spiritual konselor
PENGEMBANGAN PRIBADI KONSELOR
A.
KEBUTUHAN MORAL SPIRITUAL VS KEBUTUHAN MATERI
Suatu kenyataan bahwa kekayaan materi mengantar orang ke
kedudukan social yang tinggi dan menyebabkan seseorang dihargai tinggi dan
dihormati dimasyarakat. Mobil mewah, uang banyak, peralatan canggih, dan
sebagainya, merupakan factor yang menentukan tempat terhormat bagi seseorang
ditengah masyarakat, tidak perduli apakah mencapai melalui cara yang baik,
yaitu halal dan terpuji atau tidak. Namun demikian nilai-nilai kemanusiaan
adalah merupakan nilai-nilai luhur yang tepat menjadi nilai ideal bagi setiap
orang untuk mendapat penilaian tinggi dimasyarakat, dan diyakini diterima
disisi Tuhan dalam kehidupan kelak. kebutuhan materi terkadang dilakukan dengan cara yang kurang benar dan mengesampingkan peran atau larangan agama. disinilah agama sangat penting bagi setiap orang sebagai kontrol sosial dalam kehidupannya.
Orang dapat menipu sebagai orang dan berlaku dalam waktu tertentu dan
disebagaian tempat, tetapi orang tidak dapat menipu semua orang di semua tempat
dan sepanjang waktu. Inilah, antara lain, mengapa kebutuhan moral spiritual dan
keinginan untuk menyatu dengan Tuhan dan mendapatkan anugrah dari pada-Nya.
1.
Identitas Religius dan Spiritual Konselor
Landasan religious dalam bimbingan dan konseling
mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper” pemberian bantuan dituntut
untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam
mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam
memberikan bimbingan dan konseling kepada kien. Didalam proses bantuannya
terkandung nilai agama ( mengembangkan kebaikan dan mencegah keburykan ).
Agar layanan bantuan yang diberikan itu bernilai ibadah, maka kegiatan tersebut
harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Kaitan
dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti, ( dalam Syamsu Yusuf, 2009:153 ),
mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut:
A. Konselor hendaknya orang yang beragama dan mengamalkan
dengan baik keimanannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
B.
Konselor sedapat-dapatnya mampu mantrasfer kaidah-kaidah agama secara garis
besar yang relevan dengan masalah klien.
Pendekatan
bimbungan dan konseling yang terintegrasi didalamnya dimensi agama ternyata
sangat disenangi oleh masyarakat luas. Marsh Wiggins Frame 2003 ( dalam Syamsu
Yusuf, LN, dkk, 2009 ) mengemukakan bahwa agama sepatutnya mendapat tempat
dalam praktek konseling dan psikoterapi. Pemikiran ini didasarkan
beberapa alas an ( khasus di Amerika ) :
1.
Mayoritas orang Amerika meyakini Tuhan.
2.
Terdapat tumpang tindih dalam nilai dan tujuan antara konseling dengan agama.
3. Banyak bukti empirik yang menunjukkan bahwa keyakinan
beragama telah berkontribusi secara positif terhadap kesehatan mental.
4. Agama sudah sepatutnya diintegrasikan ke
dalam konseling dalam upaya mengubah pola pikir yang berkembang di akhir abad
ke -20.
5. Kebutuhan yang serius untuk
mempertimbangkan konteks dan latar belakang budaya klein.
Konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat
manusia menurut agama dan peran agama dalam kehidupan umat manusia.
1.
Hakikat Manusia Menurut Agama.
Sifat
hakiki manusia adalah makhluknberagama ( homo religious ). Fitrah agama
merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan
beragama dilingkungan dimana orang itu hidup.
2.
Peran Agama
Agama berperan pentingan dalam kehidupan manusia. Agama menjadi
landasan yang paling vial dalam menjalani kehidupan. Agama sebagai pedoman
hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk tentang berbagai aspek
kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental (rohani ) yang sehat.
Fungsi Agama : (a). memelihara Fitrah, (b). memelihara Jiwa, (c). memelihara
Akal, (d). memelihara Keturunan. Agama mengatur seluruh kehidupan manusia.
Terimakasih sangat membantu
ReplyDelete